Blogger Templates

Senin, 21 November 2011

EKSPOR DAN IMPOR PERTANIAN INDONESIA


               Sebelum krisis ekonomi, Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunya pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi,yaitu sekitar 7-8% pada tahun 1990-an yang mana pertanian menyumbangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Bagaimana juga proporsi PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional telah menurun dari sebesar 38% pada tahun 1973 menjadi sekitar 17,5% pada tahun 1998.  Meski begitu sektor pertanian masih menyerap angkatan kerja sekitar 41% dari total angkatan kerja nasional. Oleh sebab itu peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian melalui perdagangan internasional adalah sangat penting bagi Indonesia.
                Kontribusi nilai ekspor terbesar Indonesia adalah sektor industry,diikuti sektor migas dan sektor tambang. Sektor pertanian menduduki urutan ke-4 terhadap total ekspor. Pada tahun 2006 nilai ekspor sektor industry sebesar 64.990,3 US$ atau sebesar 64,48% dari total ekspor Indonesia.
                Bagaimanappun juga sektor industry manufaktur terbesar dipegang oleh industry alat angkutan mesin,peralatan listrik,tekstil-barang kulit-alas kaki,dan barang kayu-hasil hutan. Pada tahun 2004,kontribusi nilai ekspor industry alat angkutan-mesin-peralatan listrik,tekstil-barang kulit-alas kaki,pupuk-kimia-barang karet dan barang kayu-hasil hutan masing-masing mencapai 25,1%,18,7%,14,9% dan 14,8%. Meskipun industry alat angkutan-mesin-perakatan listrik menjadi produk ekspor terpenting,tetapi tingginya nilai ekspor disertaioleh besarnya nilai impor. Kondisi yang sama yang terjadi pada industry kimia dan barang karet. Bahkan nilai transaksi perdagngan untuk kedua industry terssebut masih menunjukan deficit dimana nilai impor  melampaui nilai ekspornya. Pada tahun 2004,nilai ekspor industry alat angkutan –mesin-peralatan listrik mencapai US$ 12,2 miliar, tetapi impornya mencapai US$ 13,4 miliar sehhingga terjadi deficit sebesar US$ 1,2 miliar. Demikian juga industry kimia-barang karet pada tahun 2004 mengalami defisit  sebesar US$ 0,9 miliar.
                Sektor pertanian merupakan sektor yang mengadalkan kemampuan sumber daya alam dimana sektor ini mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk memperoleh devisa karena pengguunaan input dari impor relative lebih rendah dari sektor lain,terutazma sektor industry. Oleh sebab itu perdagangan internasional sangat penting bagi produk pertanian Indonesia. Perkembangan perdagangan ssektor pertanian 1,4 dimana ekspor dan impor Indonesia tiap tahun meningkat,dari hanya sebesar 41,2 juta US$ menjadi 3.398,5 juta US$ pada atahun 2006. Sedangkan nilai impor meningkat dari 17,4 juta US$ pada tahun 1980 menjadi 2.919,0 juta US$ pada tahun 2006.
                Ekspor dan impor pertanian Indonesia sejak 1980 pada tahun tertentu dapat disimpulkan bahwa nilai ekspor pertanian dan hasil olahan rterbesaarnya berasal dari subsector pekebunan dan yang tebesar kedua adalah sektor perternakan. Ekspor subsector perkebunan terbesar didominasi oleh karet dan kelapa sawit. Indonesia adalah eksportir karet terbesar setelah Thailand dan eksportir terbeasar kelapa sawit setelah Malaysia. Pada saat ini kelapa sawit telah menjadi primadona terutama akibat naiknya harga minyak bumi. Harga kelapa sawit dunia ikut naik Karena kelapa sawit berpotensi untuk menjadi biofuel.
                Sementara itu nilai impor pertanian dan hasil olahannya yang tertinggi adalah subsector tanaman pangan dan peternakan,yaitu masing-masing sebesar 2.152 juta US$ dan 904,43 juta US$ dapa tahun 1995. Nilai impor kedua subsector ini  cenderung menurun walaupun masih tetap tinggi,dimana pada tahun 2003 nilai impor subsector tanaman pangan sebesar 2.045,2 juta US$ dan nilai subsector peternakan sebesar 636,71 juta US$. Masih tingginya nilai impor dari kedua sektor ini akibat peningkatan produksi disektor ini tidak seimbang dengan kenaikan jumlah permintaan terutama akibat naiknya jumlah penduduk. Disamping itu, akibat kebijaksanaan murah pangan maka pemerintah menjaga agar harga pangan yang relative murah dengan konsekuensi peningkatan produksi menjadi kurang terdorong.
                Yang menarik dalam kasus perdagangan internasional adalah naiknya impor horticultural. Akibat liberalisasi perdagangan maka tariff impor hanya berkisar antara 0-5%.hal itiu mengakibatkan produk horticultural,terutama buah-buahan,mengalir deras ke Indonesia. Nyatannya buah-buahan produk domestic kurang mampu bersaing dengan produk impor dipasar domestic. Banyaknya konsumen Indonesia lebih menyukai produk impor dari pada produk domestic.

Sumber; buku BISNIS DAN PERDAGANGAN MANAJEMEN : RATYA ANINDITA, MICHAEL R. REED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar